Rabu, 18 Mei 2011

By The Sea

Wind blows from the south
No word comes out from my mouth
Eye wanders
Mind wonders

Sky is bright
Yet it feels not right
The sea is dancing
Yet I feel the silence sting

Eagles fly
Cormorant dives
I want to go high
but I stuck in the hives

The cliff is my company
No people as far as eye can see
I'm moving my memory
Creating image of you in mutiny

Oh, by the sea!
It's you that I want to see
Oh, by the tea!
This heart is longing for thee

I wish to go
You are fair like a young doe
Wrapped in our body heat
There's no moment could be so sweet

'Tis Morning Glory

'Tis morning glory
Yet my heart so weary
Burden so heavy
I think I'm in misery

'Tis morning glory
yet I can't be merry
Everything seem so blurry
I have no fuel to be happy

'Tis morning glory
yet I shoudn't be here
lying helplessly like a rotten strawberry
Oh Meri, caressing you relieve my agony

'Tis morning glory
Yet 'twas just a fantasy
longing for impossible to be it's supposed to be
Ah! Meri I wonder will you come to me

Selasa, 08 Maret 2011

Freestyler

Hi there! How are ya doin.

Aah... it's nice to have some spare time again to visit this blog. And by the way, this is the first time I write in English since time immemorial (kidding, ha ha actually I just write a company profile for local securities company).

Okay recently, Me and my two friends just found a new hobby that we never thought before when we were high schooler. Try to guess it. Peeping a woman in the bathroom? No, we aren't pervert, dude! Groping some junior high schooler' titties? Oh Man, we are not that immoral you know. Can you guess something else beside those perversion related question, please. Ha ha ha.... Well, I'll just let you know. Recently we love to play and sing in a band!

This hobby is very very relaxing for us after a week battling with our own works. A stress relief medium, I might say. You can scream as loud as you want, hitting those cymbal and drums like crazy, playing the guitar like the speed finger god, without no one yelling back at you.

We usually play some song by Oasis. My favorite is the "Wonderwall", I don't know the song's meaning, but it just really cool to hear and to sing of course. Then we also sing the drummer's favorite "Don't look back in anger" which is my favorite too. Especially on the chorus part. The list still go on to "live forever", "Stop crying your heart", and many more.

After successfully singing those songs for 4 weeks, we try to create our own song. But actually creating a song is not as easy as we think. First, We think that a cool song start with cool tones then we add some lyric into it. We find a really nice and ear cathcy tune, but when it comes to creating the lyric, none of us could find the right lyric.

We almost giving up on it. Then we try the other ways. Create some lyric first and followed by music. Unfortunately, it doesn't work too. It's a little bit tricky to create a song, is it?

But there some surprise for us, when we try random tones, accidentally a lyric struck my mind. I just sing whatever word that comes to my head at that time. A song has born. but....after play it, we all forget the song. We try to sing it again but instead singing the same song, another song is born. Still we can't stick on one good song we just created, because the lyric is vanishing quickly. It just happen spontaneously for me. So now, we play random tunes and spit whatever words comes to my head. We call it freestyle song. It' really nice and refreshing. After all, it the fun and the joy that we are looking after in this hobby. Freestyle rocks!

Rabu, 02 Februari 2011

Matisyahu



Ketika jam kosong di kantor sangat membosankan maka saya putuskan untuk menggambar salah satu penyanyi favorit saya, Matisyahu. Enjoy!

Senin, 31 Januari 2011

Ah, Entah Apa Namanya

Kemana khayalannya pergi?
Birahi? Bukan.
Alam Mimpi? Bukan juga.
Kejahatan? Tidak mungkin lah.
Logika? ya ada kemungkinan.
Tapi dia tetap melayang di awan. Jadi tak mungkin logika.
Lalu apa? Memori? ah, sepertinya tidak juga. Tak kutemukan dia di memori.

Sudah coba cek di ruang hati? Ada, ada! Dia disini.
Sedang apa? menatapi sinar mentari dari balik jendela
Ah, sedang jatuh cinta rupanya. Mungkin, Mana kutahu. Lagipula parasnya tak sehebat yang sedang jatuh cinta.
Menyanyikah dia? Entah, entah, biarkan sajalah dia menikmatinya.

Benar juga, kita cuma sekedar khayal tak bernyawa di dirinya. Marilah kita pergi

Kamis, 27 Januari 2011

Elang Tanpa Sayap

Angin Selatan bertiup kencang terasa menggigit di leher belakangku. Entah berapa lama aku sudah berdiri terpaku di sini. Seingatku, beberapa saat lalu cahaya sore matahari masih ada di kaki langit sana. Namun sekarang bintang-bintang dan remang bulan saja yang menemaniku. Mataku menatap ke lurus ke depan tanpa titik fokus. Mungkin tadi akalku sempat meninggalkan tubuh yang mulai kedinginan ini.

Tusukan-tusukan beku angin malam Yerusalem ini tak sanggup mebuatku beranjak. Hatiku terlalu gundah untuk dikalahkan oleh sekedar angin lewat. Andai saja kejadian tadi siang tak terjadi, lebih tepatnya kejadian yang seharusnya kuketahui, tak perlu kulihat. Mungkin saat ini aku sedang memandang ke arah Dome of The Rock ditemani secangkir coklat panas. Mungkin saat ini, ya saat ini wajahku sedang tenggelam di antara buah dadanya. Bergelut dalam cinta berhiaskan birahi di atas kasur putih. Namun bila itu tidak kulihat, aku akan hidup dalam kebohongan selamanya.

Sirene-sierene yang dari sore tadi meraung-raung kini mulai sirna. Sirna seakan hilang ditelan malam.

Aku selalu mencintainya hingga siang tadi. Bahkan malam malam ini api cinta ini pun tak akan padam. Cintaku semakin berkobar, namun berkobar di atas sekam kepahitan.

Selepas perjalanan kami berfoto-foto sepanjang hari di sekitar Tel Aviv kemarin, Aku dan Mae memutuskan untuk menginap di salah satu hotel di Yerusalem. Kota ini selalu menarik bagiku. Kota di mana segala sesuatu bertemu. Romantisme, kesetiaan, tragedi, peperangan, dan kesucian tersebar di sudut- sudut kota ini. Bahkan ada tembok di mana selalu menjadi saksi bisu tangisan ribuan orang selama berabad-abad. Orang-orang Yahudi menyebutnya "Tembok Ratapan". Kota adalah kota di mana Bapa Abraham memberi persembahan kepada Melkisedek, Raja Salem. Kota di mana Yesus pernah di sambut bagai raja oleh penduduknya, hanya untuk disalib oleh orang-orang yang tidak sudi mengakui bahwa Ia benar. Kota di mana banjir darah terjadi selama 200 tahun dengan dalih mengatasnamakan Tuhan. Mungkin perang salib telah berakhir tapi kota ini tak pernah lepas dari peperangan. Layaknya ksatria perang salib bertarung melawan prajurit Saracen pimpinan Salahadin Ayyubi, Israel dan Palestina terus saja mewarnai kota ini dengan debu peperangan. Namun, sebanyak apapun darah ditumpahkan, sebanyak apapun asap peperangan mencoreng wajahnya, Aura kesucian Yerusalem tidak pernah pudar di hati para pemujanya.

Kami memutuskan untuk mencoba Humus di salah satu rumah makan terdekat. Makanan tradisional orang Yahudi yang dari dulu memang ingin kucoba. Aku terus memandangi Mae selagi mendungu pesanan datang.

"Do you know how much I love you?" tanyaku pada kekasih hatiku itu.

"hmm...how should I know?" Jawabnya pura-pura tidak tahu sambil tersenyum manja.

"Really?...As far as sky from earth is my love for you, Mae" kataku

Mendengar kata-kata itu Mae tergelak. "Gombal ah. Gak kreatif. Udah ribuan laki-laki yang make kata-kata itu ke cewe"

Aku pun ikut tertawa sambil berkata "Serius, Aku emang sayang kamu"

Dia pun tersenyum. Humus yang ditunggu-tunggu pun datang. Kami menikmatinya dengan penuh khidmat.

Setelah makan, Mae minta izin sebentar ke hotel menggambil handphone yang tertinggal. Aku menggangguk dan memberitahunya agar tidak terlalu lama. Aku pun menunggu. Dua puluh menit berlalu namun Mae belum kembali. Aku pun memutuskan kembali ke hotel. Siang itu aku tidak merasakan apa-apa dalam hatiku sampai akhirnya apa yang kulihat merusak akal sehat ku. Aku membuka gagang pintu kamar dan segera masuk ke dalam. Entah kenapa saat itu aku tak memanggil nama kekasihku itu, tapi malah memutuskan mencarinya hingga ketemu. Hingga akhirnya telingaku menangkap suara ganjil dari arah kamar mandi. Suara itu membangkitkan kenangan pahit ku di masa lalu. Semakin dekat dengan suara itu, pikiranku semakin sakit dibuatnya. Hatiku panas. Namun aku berusaha tenang. Meyakinkan diri bahwa semuanya hanya mimpi. Perlahan aku mengetuk pintu. Suara lenguhan perempuan dari dalam kamar mandi pun berhenti.

"Mae...Mae" Panggilku dengan nada suara yang berantakan, entah lembut atau geram.

Tidak ada jawaban dari dalam. Aku kembali mengulangi panggilanku sekali lagi. Sekali lagi tak ada jawaban. Kemudian aku pun menjauh dari kamar mandi, menutup pintu kamar dengan bantingan agar terkesan aku telah pergi. Aku bersembunyi di balik tembok. Beberapa menit kemudian kedengaran pintu kamar mandi dibuka.

Suara yang tak asing bagiku terdengar jelas. "Udah pergi dia...". Kemudian terdengar jelas suara Mae. "kita udahan dulu yuk, nanti dia balik lagi gimana"

"Gak bisa gitu dong, udah tanggung nih, Lanjut bentar aja yuk" Ujar pria itu
"Gak bisa Frans, nanti dia balik lagi..gue takut"
"Tanggung, Mae. Lo juga belom puas kan?"
"Frans plis udahan...gue gak mau bikin dia kecewa dua kali"
"Ah, cerewet amat lo. Gue blom puas nih"

Pria itu pun memaksa Mae. Aku tak tahan lagi melihat perbuatan menjijikan ini. Segera aku melayangankan kepalanku ke arah kepala belakang Frans. Dia pun terjungkal.

"BRENGSEK LO, FRANS!! TEGA-TEGANYA LO NGELAKUIN INI LAGI KE GUE"

Kembali aku melayangkan pukulan amarahku ke wajah Frans. Ia berhasil menepisnya dan mendorongku ke arah kiri. Aku pun terjungkal.

"Ini gak seperti yang lo liat, brader" ujar Frans berusaha menenangkan ku

"LO UDAH DUA KALI TIDUR SAMA ISTRI GW! BRENGSEK LO!" Aku pun berdiri, dengan berang aku menerjang ke arah Frans. Ia berhasil menghindar dan menyarangkan tinju ke perutku. Kembali aku terjatuh ke lantai. Bibirku berdarah karena menbarak pinggir meja.

"YAUDAH, LEBIH BAIK KITA MEMPEREBUTKAN MAE! LAGIAN DARI AWAL LO YANG NGEREBUT MAE DARI GUE!" Teriak Frans sambil berlari ke arahku.

Ditendangnya berkali-kali perutku. Rasanya mual sekali. Tak tertahankan. Setelah puas menghantam perutku ia membabi buta menghujani wajahku. Aku hanya berlindung di balik tanganku. Tapi itu tak menghentikan seranganya. Aku dapat merasakan hangatnya darah yang mulai keluar dari bibir dan hidungku.

Mae berteriak histeris dan berusaha memisahkan kami. Ia mencoba menahan tangan Frans, namun dengan sekuat tenaga Frans mendorong Mae hingga kepalanya membentur tembok. Mae pun pingsan. Melihat itu, sebuah kekuatan entah dari mana datangnya, aku berhasil mendorong Frans. Ia pun jatuh terlentang. Dengan tidak menyia-nyiakan kesempatan aku berlari, meloncat, dan sekuat mungkin menginjak kemaluan Frans yang telanjang. Muncratan darah membasahi kakiku seiring jerit raung kesakitan Frans. Aku pun menggambil sebuah bolpen dari saku kemeja ku dan melubangi perut Frans sebanyak 20 kali.

Setelah itu aku berlari ke luar hotel. Lari ke mana saja. Aku berlari kemana kaki ini membawaku.

Saat ini aku berdiri di atas Menara Daud. Menatap Yerusalem dari atas. Ia begitu cantik dihiasi lampu-lampu dari tiap rumah. Mengingatkanku pada Mae yang cantik. Rasanya hatiku hancur, dua kali kekasihku berselingkuh dengan sahabat baik ku. AKu melukai sahabat baikku. Mungkin sekarang dia sudah mati. Tak mungkin polisi mencariku jika ia tidak mati.

Sudahlah, aku sudah tidak peduli lagi. Sekarang aku merasa bebas bagaikan Altair, si elang tanpa ayah dan ibu. Altair bagai elang terbang, meluncur dari menara-menara tinggi di Yerusalem, Damaskus, Acre, tanpa terluka. Aku akan mengikuti gerakannya, Aku bukan Altair. Aku bagai elang tak bersayap meluncur ke kesunyian. Sudahlah, Aku tetap mencintaimu Mae.

Aku menutup mataku, merasakan angin menerpa wajahku dari bawah dengan keras. Ya aku bebas. Sekarang aku melawan Gravitasi.

"Sampai jumpa lagi, Mae" bisikku sambil tersenyum dan tak merasakan apa-apa lagi.

Kamis, 20 Januari 2011

Cerita Jakarta Malam Hari

Aku suka Jakarta malam hari
Tepat 6 jam sebelum mentari kembali
Serba sepi
Berlari sendiri dihiasi keremangan sunyi
Tak perlu berbebelok, tak perlu ada yang dihindari
Angin menjilati pipi di kala kulihat penjaja birahi di tepi
Terbayang kehampaan, kekosongan

Aku suka Jakarta malam hari
Tidak ada yang tersembunyi di balik tembok penuh coretan grafiti
ketenangan yang akan segera sirna begitu diterpa sinar matahari
ya, aku lebih cinta Jakarta malam hari

Selasa, 11 Januari 2011

Cicit, Wait for me ya! (sebuah cerita)

Gak kerasa udah hampir lima bulan gue udah kenal sama Cicit. Nama aslinya sih Cairissa Katlyna. Entah dari mana dia dapet nama panggilan Cicit, soalnya menurut gue rada kurang nyambung dengan nama aslinya, kecuali huruf awal namanya "C". Cicit anaknya enak banget buat diajak ngobrol, diajak jalan, diajak becanda. Suka senyum terus keramahannya ke orang lain yang bikin gue suka banget deket dia.

Pernah suatu waktu, gue lagi jalan berdua di mall terus ngeliat ada anak perempuan kecil lagi nangis kejer banget. Dugaan gue sih, ini anak kepisah sama orang tuanya yang lagi sibuk belanja. Orang-orang yang lewat cuma ngeliatin itu anak aja, terus ngelengos pergi. Dalam hati sih gw pengen bantu tapi tar takut disangka penculik. Lo tau sendiri kan, akhir-akhir ini banyak banget kasus penculikan anak dengan berbagai modus. Eh, tapi ternyata si Cicit langsung deketin tuh anak. Dengan cepat dia udah jongkok aja di depan si anak dan ngelus-ngelus kepalanya. Pelan tapi pasti si anak mulai diam. Terus si Cicit ngeluarin satu permen Chupa Chups yang barusan dia beli di Giant lantai bawah mall. Akhirnya gak berapa lama ada ibu-ibu yang tergopoh-gopoh dengan 3 kantong penuh belanjaan di tangan kanannya, nyamperin kita bertiga. Yup, dugaan lo bener, itu ibu si anak. Dia langsung gendong anaknya dan berterimakasih ke gue sama Cicit, dan pergi dari pandangan gue berdua.

Terus gue nanya ke Cicit,
"Cit, lo kok berani banget nolongin anak itu. Gak takut disangkain mau nyulik?"

eh dia jawab sambil ngeliatin mata gue dengan serius.

"Takut? Ngapain gue takut. Orang niat gue baik kok mau nenangin itu anak. Lagian ngapain coba gue mau nyulik. Emang gue ada tampang penculik? Sialan luh" sambil nonjok pelan pundak gue dan ketawa.

Dia lanjut ngomong lagi, "prinsip gue sih, kalo mau berbuat baik, ya lakukan aja. Gak usah peduli omongan orang. Sayang kalo punya niat nolong tapi gak dilakukan. Lagian kan kalo emang lo ntar diomongin jelek sama orang lain, yang penting Tuhan udah tau niat awal lo itu baik. So whatever orang mau ngomong apa."

Diam-diam gue ngerasa malu juga dalam hati. Gue ngerasa iba sama itu anak tapi gak mau bergerak nolong. Tapi gara-gara itu, gue makin respek sama Cicit. Mungkin bukan respek, lebih tepatnya gue tambah suka sama Cicit. Sifat baik hati, lembut, dan gak peduli sama omongan orang selalu mengena di hati gue.

Cicit, emang punya semua kriteria tipe cewe yang gue idam-idamkan dari dulu. Manis, baik hati, pinter, punya pendirian. Tapi yang bikin gw lebih suka sama dia banget ada dua hal, rambut panjangnya yang se-punggung dan pipi chubby-nya. Gue emang demen banget kalo ngeliat cewe berambut panjang dan chubby. Makanya, gue pengen banget punya hubungan lebih dekat sama dia, bukan cuma sekedar temen aja.

Tiga bulan belakangan gue udah melakukan aksi pedekate ke si Cicit. Entah berapa puluh ribu pulsa yang gue habisin buat smsin dan nelponin dia. Kita udah sering jalan bareng, nonton bareng dan bahkan gue udah sempet ke rumahnya Cicit. Adiknya Cicit pun juga udah kenal baik sama gue. Namanya Regina, biasa dipanggil temennya Egy, cuma gue manggil dia "rengginang". Soalnya obrolan gue sama dia selalu "renyah". Dan si Egy ini lebih cantik dari si Cicit. Cuma gue tetep suka sama Cicit, soalnya Egy gak chubby.

Perasaan gue ke Cicit semakin lama semakin menjadi-jadi. Mungkin rasa suka itu udah ganti baju jadi "sayang". Kadang tanpa sadar, gue nemuin diri gue lagi buka FBnya Cicit dan ngeliatin foto-fotonya dia. Padahal gue gak ada niat buat liat-liat itu foto, awalnya. Semua terjadi otomatis gitu aja. Serius deh, suer gue gak boong, tar lo ngirain gue penguntit lagi. Kadang kalo lagi bosen banget di rumah, gue suka online terus nyomot-nyomot beberapa fotonya dia dari FB untuk jadi bahan Tracingan di Illustrator. Gue suka pusing sendiri kalo lagi mau nyomot fotonya dia. Udah jumlahnya hampir 1000, terus semuanya bagus-bagus lagi! Gue akui, dia narsis. Cuma dia jago bikin angle fotonya dia yang keren, gak cuma jepret mukanya dari sudut 3/4 atas trus sambil bergaya "peace" atau enggak lidahnya melet kayak bunglon. Basi!

Rasanya pengen banget gue nembak si Cicit. Cuma gak berani Gue takut ntar dia nolak terus dia ngejauh. Gue bakal sedih banget kalau itu sampai kejadian. Makanya sampai sekarang gue masih diem. Selain itu, gue juga gak tau apakah si Cicit beneran suka sama gue atau enggak. Seribu, mungkin sejuta pikiran dan kemungkinan berseliweran di otak gue kayak pesawat X-Wing lagi berperang lawan TIE Figther. Gue bimbang dan terus bimbang.

Tapi akhirnya, sebuah keaadan membulatkan tekad gue untuk nembak Cicit. Sebulan lalu abang gue nyodorin sebuah form aplikasi beasiswa ke Jepang lewat emailnya. Gue nyoba ikutin dan sebenarnya enggak terlalu berharap banget bisa dapet. Cuma buat untung-untungan aja. Tahu-tahunya ternyata gue keterima. Hal yang pertama ada di kepala gue adalah "Aduh, bakal jauh dari si Cicit nih!"

Segera otak gue nyari cara biar bikin rencana nembak cicit sebelum gue berangkat ke Jepang.

Waktu terus bergulir tapi gue pun belum dapat satu rencana apapun buat nembak dia. Akhirnya gue pasrah, gue ngerasa gak mampu buat melakukannya.

Satu minggu sebelum gue berangkat ke Jepang pun akhirnya tiba. Setidaknya sebelum gue berangkat, gue pengen ngasih tahu kepergian gue dan ngucapin salam perpisahan. Senin pagi gue sms dia, ngajak untuk hunting-hunting foto di monas malam hari. Gak lama kemudian dia bales setuju. Sore harinya gue pun jemput dia kerumahnya dengan motor merah kesayangan gue.

Gue dan Cicit pun mulai mengeluarkan senjata masing-masing untuk berburu momen-momen cantik dan bagus di sekitar monas. Kita motretin apa aja yang ada secara membabi buta. Orang lagi pacaran di bangku taman, segerombolan anak-anak muda yang bercanda. Si Cicit keliatan semangat banget menembaki tiap sasarannya.

Gue sempat terpesona ngeliat sebuah pemandangan yang belum pernah gue liat sebelumnya. Si Cicit kelihatan sangat cantik ketika dia sedang memotret monas dari bawah. Dia menjongkokkan diri dan di saat itu angin yang entah datang dari mana, meniup rambutnya yang panjang hingga berkibar. Jantung gue serasa berhenti sesaat. "Malaikat!" kata gue dalam hati.

Setelah puas hunting gue dan Cicit pun duduk di salah satu yang ada. Sesaat dada terasa deg-degan karena gue ingin menyampaikan tentang kepergian ke Jepang. Hampir saja Nikon D40 gue remuk menghantam tanah karena tangan licin oleh keringat.

"Cit, gue pengen ngomong sesuatu." Gue memulai pembicaraan

"Mau ngomong apa? Bilang aja kali"

"Mmm...Gue hari minggu depan bakal pergi ke Jepang"

"Hah! Mau ngapain lo ke sana?" tanya Cicit dengan nada kaget

"Gue mau lanjut kuliah lagi di sana...Gue dapat beasiswa"

Cicit terdiam sebentar

"Kuliah lagi? Hebat banget lo. Berapa lama bakal di Jepang?"

"Tiga tahunan mungkin" Jawab gue singkat

Cicit cuma menggangguk pelan. Hati gue makin was-was karena jawabannya dia biasa-biasa aja. gak menunjukkan rasa sedih atau apa gitu. Mungkin emang sebenarnya dia gak ada rasa sama gue kata gue dalam hati.

"Cit, nyoba teknik foto light painting yuk. Kemaren gue nanya temen tentang caranya" Spontan kata-kata itu keluar dari mulut gue.

"Eh, boleh tuh. Gue juga pengen tahu caranya" Jawabnya cepat.

Kebetulan langit di monas sudah mulai gelap. Teknik ini pas banget digunakan kalo lingkungan sekitar sedang gelap karena efek cahayanya akan terlihat jelas. Gue pun meminta Cicit foto pake Nikon D4nya dengan teknik bulb. Menurut gue Cicit dianugerahi tangan yang hebat, dia bisa motret foto tanpa blur dengan speed lambat tanpa menggunakan tripod.

Setelah dia menekan tombol bulb gue pun segera mengambil posisi di depan kamera. Dengan sebuah HP yang menyala di tangan, tangan gue mulai menari-nari membentuk sebuah pola di udara.

"Udah, Cit" Gue memberikan sinyal supaya melepas tombol bulb.

"Eh, beneran jadi lho jadi" kemudian ia kembali memperhatikan foto itu dengan seksama dan wajahnya berubah jadi serius. Sepanjang perjalanan pulang Cicit tidak berbicara apapun. Hati gue pun makin deg-degan dan pasrah.

Seminggu setelah itu gue dan Cicit gak berhubungan lagi. Gue sms dia beberapa kali tapi tidak di bales. Sekarang gue sedang duduk di kursi bandara menunggu pesawat yang bakal bawa gue pergi ke Jepang. Saat ini muka gue bener-bener kayak orang gak punya semangat.

Tiba-tiba HP Nokia 6020 gue bergetar. Dengan agak males membuka inbox itu. Ternyata dari Cicit. Isinya gini

"Sory ya, gak bisa ikut nganter ke Bandara.
Si Egy kena DBD dan lagi diopname. Good Luck ya studinya.
Awas, jangan selingkuh sama cewe-cewe Jepang di sana ya.
Aku bakal tetep nungguin kamu kok sampai tiga tahun. Love u Babe"

Gue kaget. Semua perasaan jadi campur aduk. Gue gak percaya dengan sms yang gue liat dengan mata gue. Dengan cepat tangan bales sms Cicit

"Cit, gue beneran di terima"

Dan dia kembali bales

"Iya. he he he..Jangan lupa sering-sering Skype-an ya. Titi DJ. Ich Liebe Dich. Meine Schatzi"


Ya Tuhan. terimakasih...terimakasih....Gue gak berhenti-hentinya ngucapin ini. Ternyata doa gua terkabul.

Saat di monas itu light painting yang gue bikin itu adalah "Cairissa I Love you. Will You be my girl?"

Jumat, 07 Januari 2011

Cute Expression! Cihuuuy



Gw gak kenal sih, cuma wajahnya menyenangkan untuk di tracing. (Kalo bisa dipacari oke juga sih :P)

Dawning of The New Time

A whole year has passed
A year of long run and full of sigh
A year where the complains rape my happiness
A year of desperation
A year where negativity chokes my mind
A year where the love tossed me to the forest floor
A year where I can't see the beauty of a rainbow...yes, even it right before my eyes.
A year where hesitation, anger, disappointment blind my sight
A year where I was not the same like the last year

Yet Another year has dawning

A year to move on
A year to celebrate happiness
A year that awaits me with her open hands
A year that remind me to live positively
A year that I should smile thousand times than before
A year that told me not to be afraid when facing the challenge
A year that I should leave the harbor and sail into the sea
A year that I should start every new day with hope


Last year does give me a great lesson

Negativity leads to negativity. Live Positively
Complains doesn't gives you anything. Quit complaining!
Frown only darkens your day. Smile!
Day Dreaming is hurts when not followed by action. Dream and Act!
Worry only add fears to your life. Stop worrying!

“Therefore I tell you, do not worry about your life, what you will eat or drink; or about your body, what you will wear. Is not life more than food, and the body more than clothes? Look at the birds of the air; they do not sow or reap or store away in barns, and yet your heavenly Father feeds them. Are you not much more valuable than they? Can any one of you by worrying add a single hour to your life"

(Matthew 6: 25 -27)



Miracle!

Just livin’ in the miracle, candles are my vehicle
Eight nights, gonna shine invincible
No longer be divisible, born through the struggle
Keep on moving through all this hustle
Head up, heads down through all of the bustle
New York City wanna flex your muscle
Look so down, look so puzzled
Huddle ‘round your fire through all the rubble

Bound to stumble and fall but my strength comes not from man at all
Bound to stumble and fall but my strength comes not from man at all

Do you believe in miracles
Am I hearing you? Am I seeing you?
Eight nights eight lights and these rites keep me right
Bless me to the highest heights with your miracle

Against all odds drive on till tomorrow
Wipe away your tears and your sorrow
Sunrise in the sky like an arrow
No need to worry, no need to cry
Light up your mind no longer be blind
Him who searches will find
Leave your problems behind you will shine like a fire in the sky
what's the reason we’re alive – the reason we’re alive…

Bound to stumble and fall but my strength comes not from man at all
Bound to stumble and fall but my strength comes not from man at all

Do you believe in miracles
Am I hearing you? Am I seeing you?
Eight nights eight lights and these rites keep me right
Bless me to the highest heights with your miracle

(Miracle Lyric by Matisyahu)



Great Song, Great Lyric.
I love this part
"Bound to stumble and fall but my strength comes not from man at all"