Rabu, 18 Mei 2011

By The Sea

Wind blows from the south
No word comes out from my mouth
Eye wanders
Mind wonders

Sky is bright
Yet it feels not right
The sea is dancing
Yet I feel the silence sting

Eagles fly
Cormorant dives
I want to go high
but I stuck in the hives

The cliff is my company
No people as far as eye can see
I'm moving my memory
Creating image of you in mutiny

Oh, by the sea!
It's you that I want to see
Oh, by the tea!
This heart is longing for thee

I wish to go
You are fair like a young doe
Wrapped in our body heat
There's no moment could be so sweet

'Tis Morning Glory

'Tis morning glory
Yet my heart so weary
Burden so heavy
I think I'm in misery

'Tis morning glory
yet I can't be merry
Everything seem so blurry
I have no fuel to be happy

'Tis morning glory
yet I shoudn't be here
lying helplessly like a rotten strawberry
Oh Meri, caressing you relieve my agony

'Tis morning glory
Yet 'twas just a fantasy
longing for impossible to be it's supposed to be
Ah! Meri I wonder will you come to me

Selasa, 08 Maret 2011

Freestyler

Hi there! How are ya doin.

Aah... it's nice to have some spare time again to visit this blog. And by the way, this is the first time I write in English since time immemorial (kidding, ha ha actually I just write a company profile for local securities company).

Okay recently, Me and my two friends just found a new hobby that we never thought before when we were high schooler. Try to guess it. Peeping a woman in the bathroom? No, we aren't pervert, dude! Groping some junior high schooler' titties? Oh Man, we are not that immoral you know. Can you guess something else beside those perversion related question, please. Ha ha ha.... Well, I'll just let you know. Recently we love to play and sing in a band!

This hobby is very very relaxing for us after a week battling with our own works. A stress relief medium, I might say. You can scream as loud as you want, hitting those cymbal and drums like crazy, playing the guitar like the speed finger god, without no one yelling back at you.

We usually play some song by Oasis. My favorite is the "Wonderwall", I don't know the song's meaning, but it just really cool to hear and to sing of course. Then we also sing the drummer's favorite "Don't look back in anger" which is my favorite too. Especially on the chorus part. The list still go on to "live forever", "Stop crying your heart", and many more.

After successfully singing those songs for 4 weeks, we try to create our own song. But actually creating a song is not as easy as we think. First, We think that a cool song start with cool tones then we add some lyric into it. We find a really nice and ear cathcy tune, but when it comes to creating the lyric, none of us could find the right lyric.

We almost giving up on it. Then we try the other ways. Create some lyric first and followed by music. Unfortunately, it doesn't work too. It's a little bit tricky to create a song, is it?

But there some surprise for us, when we try random tones, accidentally a lyric struck my mind. I just sing whatever word that comes to my head at that time. A song has born. but....after play it, we all forget the song. We try to sing it again but instead singing the same song, another song is born. Still we can't stick on one good song we just created, because the lyric is vanishing quickly. It just happen spontaneously for me. So now, we play random tunes and spit whatever words comes to my head. We call it freestyle song. It' really nice and refreshing. After all, it the fun and the joy that we are looking after in this hobby. Freestyle rocks!

Rabu, 02 Februari 2011

Matisyahu



Ketika jam kosong di kantor sangat membosankan maka saya putuskan untuk menggambar salah satu penyanyi favorit saya, Matisyahu. Enjoy!

Senin, 31 Januari 2011

Ah, Entah Apa Namanya

Kemana khayalannya pergi?
Birahi? Bukan.
Alam Mimpi? Bukan juga.
Kejahatan? Tidak mungkin lah.
Logika? ya ada kemungkinan.
Tapi dia tetap melayang di awan. Jadi tak mungkin logika.
Lalu apa? Memori? ah, sepertinya tidak juga. Tak kutemukan dia di memori.

Sudah coba cek di ruang hati? Ada, ada! Dia disini.
Sedang apa? menatapi sinar mentari dari balik jendela
Ah, sedang jatuh cinta rupanya. Mungkin, Mana kutahu. Lagipula parasnya tak sehebat yang sedang jatuh cinta.
Menyanyikah dia? Entah, entah, biarkan sajalah dia menikmatinya.

Benar juga, kita cuma sekedar khayal tak bernyawa di dirinya. Marilah kita pergi

Kamis, 27 Januari 2011

Elang Tanpa Sayap

Angin Selatan bertiup kencang terasa menggigit di leher belakangku. Entah berapa lama aku sudah berdiri terpaku di sini. Seingatku, beberapa saat lalu cahaya sore matahari masih ada di kaki langit sana. Namun sekarang bintang-bintang dan remang bulan saja yang menemaniku. Mataku menatap ke lurus ke depan tanpa titik fokus. Mungkin tadi akalku sempat meninggalkan tubuh yang mulai kedinginan ini.

Tusukan-tusukan beku angin malam Yerusalem ini tak sanggup mebuatku beranjak. Hatiku terlalu gundah untuk dikalahkan oleh sekedar angin lewat. Andai saja kejadian tadi siang tak terjadi, lebih tepatnya kejadian yang seharusnya kuketahui, tak perlu kulihat. Mungkin saat ini aku sedang memandang ke arah Dome of The Rock ditemani secangkir coklat panas. Mungkin saat ini, ya saat ini wajahku sedang tenggelam di antara buah dadanya. Bergelut dalam cinta berhiaskan birahi di atas kasur putih. Namun bila itu tidak kulihat, aku akan hidup dalam kebohongan selamanya.

Sirene-sierene yang dari sore tadi meraung-raung kini mulai sirna. Sirna seakan hilang ditelan malam.

Aku selalu mencintainya hingga siang tadi. Bahkan malam malam ini api cinta ini pun tak akan padam. Cintaku semakin berkobar, namun berkobar di atas sekam kepahitan.

Selepas perjalanan kami berfoto-foto sepanjang hari di sekitar Tel Aviv kemarin, Aku dan Mae memutuskan untuk menginap di salah satu hotel di Yerusalem. Kota ini selalu menarik bagiku. Kota di mana segala sesuatu bertemu. Romantisme, kesetiaan, tragedi, peperangan, dan kesucian tersebar di sudut- sudut kota ini. Bahkan ada tembok di mana selalu menjadi saksi bisu tangisan ribuan orang selama berabad-abad. Orang-orang Yahudi menyebutnya "Tembok Ratapan". Kota adalah kota di mana Bapa Abraham memberi persembahan kepada Melkisedek, Raja Salem. Kota di mana Yesus pernah di sambut bagai raja oleh penduduknya, hanya untuk disalib oleh orang-orang yang tidak sudi mengakui bahwa Ia benar. Kota di mana banjir darah terjadi selama 200 tahun dengan dalih mengatasnamakan Tuhan. Mungkin perang salib telah berakhir tapi kota ini tak pernah lepas dari peperangan. Layaknya ksatria perang salib bertarung melawan prajurit Saracen pimpinan Salahadin Ayyubi, Israel dan Palestina terus saja mewarnai kota ini dengan debu peperangan. Namun, sebanyak apapun darah ditumpahkan, sebanyak apapun asap peperangan mencoreng wajahnya, Aura kesucian Yerusalem tidak pernah pudar di hati para pemujanya.

Kami memutuskan untuk mencoba Humus di salah satu rumah makan terdekat. Makanan tradisional orang Yahudi yang dari dulu memang ingin kucoba. Aku terus memandangi Mae selagi mendungu pesanan datang.

"Do you know how much I love you?" tanyaku pada kekasih hatiku itu.

"hmm...how should I know?" Jawabnya pura-pura tidak tahu sambil tersenyum manja.

"Really?...As far as sky from earth is my love for you, Mae" kataku

Mendengar kata-kata itu Mae tergelak. "Gombal ah. Gak kreatif. Udah ribuan laki-laki yang make kata-kata itu ke cewe"

Aku pun ikut tertawa sambil berkata "Serius, Aku emang sayang kamu"

Dia pun tersenyum. Humus yang ditunggu-tunggu pun datang. Kami menikmatinya dengan penuh khidmat.

Setelah makan, Mae minta izin sebentar ke hotel menggambil handphone yang tertinggal. Aku menggangguk dan memberitahunya agar tidak terlalu lama. Aku pun menunggu. Dua puluh menit berlalu namun Mae belum kembali. Aku pun memutuskan kembali ke hotel. Siang itu aku tidak merasakan apa-apa dalam hatiku sampai akhirnya apa yang kulihat merusak akal sehat ku. Aku membuka gagang pintu kamar dan segera masuk ke dalam. Entah kenapa saat itu aku tak memanggil nama kekasihku itu, tapi malah memutuskan mencarinya hingga ketemu. Hingga akhirnya telingaku menangkap suara ganjil dari arah kamar mandi. Suara itu membangkitkan kenangan pahit ku di masa lalu. Semakin dekat dengan suara itu, pikiranku semakin sakit dibuatnya. Hatiku panas. Namun aku berusaha tenang. Meyakinkan diri bahwa semuanya hanya mimpi. Perlahan aku mengetuk pintu. Suara lenguhan perempuan dari dalam kamar mandi pun berhenti.

"Mae...Mae" Panggilku dengan nada suara yang berantakan, entah lembut atau geram.

Tidak ada jawaban dari dalam. Aku kembali mengulangi panggilanku sekali lagi. Sekali lagi tak ada jawaban. Kemudian aku pun menjauh dari kamar mandi, menutup pintu kamar dengan bantingan agar terkesan aku telah pergi. Aku bersembunyi di balik tembok. Beberapa menit kemudian kedengaran pintu kamar mandi dibuka.

Suara yang tak asing bagiku terdengar jelas. "Udah pergi dia...". Kemudian terdengar jelas suara Mae. "kita udahan dulu yuk, nanti dia balik lagi gimana"

"Gak bisa gitu dong, udah tanggung nih, Lanjut bentar aja yuk" Ujar pria itu
"Gak bisa Frans, nanti dia balik lagi..gue takut"
"Tanggung, Mae. Lo juga belom puas kan?"
"Frans plis udahan...gue gak mau bikin dia kecewa dua kali"
"Ah, cerewet amat lo. Gue blom puas nih"

Pria itu pun memaksa Mae. Aku tak tahan lagi melihat perbuatan menjijikan ini. Segera aku melayangankan kepalanku ke arah kepala belakang Frans. Dia pun terjungkal.

"BRENGSEK LO, FRANS!! TEGA-TEGANYA LO NGELAKUIN INI LAGI KE GUE"

Kembali aku melayangkan pukulan amarahku ke wajah Frans. Ia berhasil menepisnya dan mendorongku ke arah kiri. Aku pun terjungkal.

"Ini gak seperti yang lo liat, brader" ujar Frans berusaha menenangkan ku

"LO UDAH DUA KALI TIDUR SAMA ISTRI GW! BRENGSEK LO!" Aku pun berdiri, dengan berang aku menerjang ke arah Frans. Ia berhasil menghindar dan menyarangkan tinju ke perutku. Kembali aku terjatuh ke lantai. Bibirku berdarah karena menbarak pinggir meja.

"YAUDAH, LEBIH BAIK KITA MEMPEREBUTKAN MAE! LAGIAN DARI AWAL LO YANG NGEREBUT MAE DARI GUE!" Teriak Frans sambil berlari ke arahku.

Ditendangnya berkali-kali perutku. Rasanya mual sekali. Tak tertahankan. Setelah puas menghantam perutku ia membabi buta menghujani wajahku. Aku hanya berlindung di balik tanganku. Tapi itu tak menghentikan seranganya. Aku dapat merasakan hangatnya darah yang mulai keluar dari bibir dan hidungku.

Mae berteriak histeris dan berusaha memisahkan kami. Ia mencoba menahan tangan Frans, namun dengan sekuat tenaga Frans mendorong Mae hingga kepalanya membentur tembok. Mae pun pingsan. Melihat itu, sebuah kekuatan entah dari mana datangnya, aku berhasil mendorong Frans. Ia pun jatuh terlentang. Dengan tidak menyia-nyiakan kesempatan aku berlari, meloncat, dan sekuat mungkin menginjak kemaluan Frans yang telanjang. Muncratan darah membasahi kakiku seiring jerit raung kesakitan Frans. Aku pun menggambil sebuah bolpen dari saku kemeja ku dan melubangi perut Frans sebanyak 20 kali.

Setelah itu aku berlari ke luar hotel. Lari ke mana saja. Aku berlari kemana kaki ini membawaku.

Saat ini aku berdiri di atas Menara Daud. Menatap Yerusalem dari atas. Ia begitu cantik dihiasi lampu-lampu dari tiap rumah. Mengingatkanku pada Mae yang cantik. Rasanya hatiku hancur, dua kali kekasihku berselingkuh dengan sahabat baik ku. AKu melukai sahabat baikku. Mungkin sekarang dia sudah mati. Tak mungkin polisi mencariku jika ia tidak mati.

Sudahlah, aku sudah tidak peduli lagi. Sekarang aku merasa bebas bagaikan Altair, si elang tanpa ayah dan ibu. Altair bagai elang terbang, meluncur dari menara-menara tinggi di Yerusalem, Damaskus, Acre, tanpa terluka. Aku akan mengikuti gerakannya, Aku bukan Altair. Aku bagai elang tak bersayap meluncur ke kesunyian. Sudahlah, Aku tetap mencintaimu Mae.

Aku menutup mataku, merasakan angin menerpa wajahku dari bawah dengan keras. Ya aku bebas. Sekarang aku melawan Gravitasi.

"Sampai jumpa lagi, Mae" bisikku sambil tersenyum dan tak merasakan apa-apa lagi.

Kamis, 20 Januari 2011

Cerita Jakarta Malam Hari

Aku suka Jakarta malam hari
Tepat 6 jam sebelum mentari kembali
Serba sepi
Berlari sendiri dihiasi keremangan sunyi
Tak perlu berbebelok, tak perlu ada yang dihindari
Angin menjilati pipi di kala kulihat penjaja birahi di tepi
Terbayang kehampaan, kekosongan

Aku suka Jakarta malam hari
Tidak ada yang tersembunyi di balik tembok penuh coretan grafiti
ketenangan yang akan segera sirna begitu diterpa sinar matahari
ya, aku lebih cinta Jakarta malam hari